watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DENGAN PEMUDA TANGGUNG

Namaku Siti Maemunah, panggil saja aku Mae
tapi keluargaku yang kolot sering memanggilku
Inah, aku sebel ndengernya kayak pembokat aja.
Keluargaku cukup terpandang di sini, tapi masih
kolot, apa-apa selalu dihubungkan dengan
agama, huh… keluargaku adalah keluarga
muslim yang teramat taat sehingga aku pun
diwajibkan memakai baju kurung dan berjilbab
sedari kecil. Namun segala sesuatu yang
membuatku tidak bebas bergerak malah
membuatku selalu ingin tahu dan aku sangat
antusias bisa merasakan hal-hal baru di luar
dunia kolot ini.
Apalagi, ternyata aku tercipta menjadi seorang
muslimah yang mempunyai hasrat nafsu sangat
tinggi dan aku sangat bernafsu bila tubuhku
dinikmati oleh banyak laki-laki, hal ini membuat
lebih bersemangat. Entahlah, semenjak
merasakan penis adik papaku sewaktu SMA aku
menjadi seperti ini dan orang tuaku tidak
mengetahui hal ini. Aku seorang mahaiswi di
salah satu perguruan tinggi islam di Jogjakarta.
Disini aku mengontrak sebuah rumah kecil di
daerah perumahan dekat kampusku di utara kota
Jogjakarta, keluargaku lebih percaya aku tinggal
di rumah kontrakan daripada di kost-kostan. Aku
dikarunia wajah yang menurut laki-laki yang
pernah tidur denganku cantik dan body yang
sexy. banyak yang mengagumi keindahan
tetekku yang berukuran 34 C,apalagi kalo aku
pake baju yang agak sempit, pasti mengundang
orang untuk melotot kearah tetekku. Maklumlah
di kota ini aku bisa memakai baju keren tetapi
masih berjilbab, baju kurungku hanya ku pakai
jika ada acara tertentu saja. Kalau mahasiswa sini
menyebut kita-kita geng jilbab sexy. Selain itu
aku punya pantat yang sekal,ditambah lagi
dengan kulitku yang putih halus karena dari kecil
sampai selesai SMA aku selalu memakai baju
kurung dan berjilbab lebar sehingga membuat
banyak cowok-cowok menelan ludah jika
melihatku. aku suka memakai pakaian yang agak
ketat untuk dapat memamerkan apa yang aku
miliki, dan tentu saja indahnya tubuhku sering
dipuji.
Masih ingatkan denganku?Lihat lagi dong ceritaku
dengan pegawai Telkom kemarin. Ya, namaku
Siti Maemunah, panggil saja aku Mae. Keluargaku
cukup terpandang dengan gelar kebesaran
mereka dari tanah Arabia, tapi masih kolot, apa-
apa selalu dihubungkan dengan agama, huh…
keluargaku adalah keluarga muslim yang teramat
taat sehingga aku pun diwajibkan memakai baju
kurung dan berjilbab sedari kecil. Namun segala
sesuatu yang membuatku tidak bebas bergerak
malah membuatku selalu ingin tahu dan aku
sangat antusias bisa merasakan hal-hal baru di
luar dunia kolot ini. Apalagi, ternyata aku tercipta
menjadi seorang muslimah yang mempunyai
hasrat nafsu sangat tinggi dan aku sangat
bernafsu bila tubuhku dinikmati oleh banyak laki-
laki, hal ini membuat lebih bersemangat.
Mungkin aku jadi begini karena kehidupan
sosialisasiku sangat terkekang semenjak kecil jadi
ya beginilah, tahu enaknya di luar jadi susah
ngilanginnya,he..he..he
Aku seorang mahaiswi di salah satu perguruan
tinggi islam di Jogjakarta. Disini aku mengontrak
sebuah rumah kecil di daerah perumahan dekat
kampusku di utara kota Jogjakarta, keluargaku
lebih percaya aku tinggal di rumah kontrakan
daripada di kost-kostan. Aku dikarunia wajah
yang menurut laki-laki yang pernah tidur
denganku cantik dan body yang sexy. banyak
yang mengagumi keindahan tetekku yang
berukuran 34 C,apalagi kalo aku pake baju yang
agak sempit, pasti mengundang orang untuk
melotot kearah tetekku. Maklumlah di kota ini aku
bisa memakai baju keren tetapi masih berjilbab,
baju kurungku hanya ku pakai jika ada acara
tertentu saja. Kalau mahasiswa sini menyebut
kita-kita geng jilbab sexy.
Disini aku mengupah warga di sekitar rumah
kontrakanku untuk membersihkan segala
sesuatu yang menyangkut pekerjaan rumah
tangga, namanya Mbok Sarintil, umurnya sudah
kepala lima tapi masih cekatan, kadang dia
dibantu juga oleh anak bungsunya yang
bernama Teguh, dia Cuma disekolahin sampai
SMP orangnya agak lucu dan sopan. Tapi
walaupun keliatan sopan, ternyata dia pernah
juga ngentotin pacarnya yang masih SMP, berita
ini kudapat dari teman-teman ku yang pernah
melihat dia dan pacarnya masuk sebuah losmen
di daerah Umbulharjo dan waktu kutanyakan ke
dia, dia nggak bisa mengelak, alasan dia
pacarnya yang masih SMP itu, Tinah, orangnya
lebih agresif jadi dia merasa nggak ada salahnya
buat nyoba, berani juga nih anak pikirku waktu
itu. Tingginya rata-rata anak SMA, kulitnya gelap
tapi wajahnya lumayan manis tapi kalau urusan
bersih-bersih, nggak kalah dengan ibunya,
cekatan banget, mungkin itu juga yang
membuat tubuhnya kelihatan kencang. Seperti
ibunya, dia juga pandai mengurut dan memijat.
Kalau keluargaku lagi datang menjengukku ke
Jogja, dia selalu kupanggil untuk memijit ayahku
dan ayahku begitu memuji pijitannya. Kalau lagi
bersih-bersih sendirian di rumah, kutahu dia
sering melihat diriku tapi aku nggak terlalu
menanggapinya.
Suatu hari di akhir minggu, aku merasa capek
banget apalagi sehabis ujian semesteran, mana
pusing lagi dan yang bikin aku tambah bete, dah
seminggu ini aku nggak bisa ngrasain penis-
penis lelaki gara-gara sibuk belajar buat ujian.
Huh… Akhirnya, atas saran dari Mbok Sarintil
kemarin sore, kusuruh Teguh datang ke rumah
sore ini. Kuminta dia memijatku biar agak lebih
enakan. Dan aku punya rencana iseng buat
Teguh, siapa tahu aku bisa ngrasain penisnya
karena aku penasaran dengan daun muda ini.
Eh, ditungguin dari pagi malah baru datang siang
jadi tambah bete banget dah. Waktu itu aku
sudah memilih memakai daster terusan aseli
Jogja yang agak longgar supaya pijitannya lebih
terasa tapi aku tetap memakai jilbab dong, kan
muslimah tulen, he..he..
Kuminta Teguh memijat punggungku. Santai
saja kubiarkan ia mengurut dan memijati
punggungku yang sedikit agak terbuka, karena
jenis daster yang kukenakan memang seperti itu.
“Mbak, panas yah! Saya sampai keringetan!”
Dengan lugunya Teguh mengeluh kepadaku.
Santai saja kutanggapi kata-katanya, … “Ya buka
aja kaosnya!” Setengah geli dan juga kesal aku
melihat dia langsung membuka kaosnya dengan
tanpa ragu sedikitpun. Lalu kembali dia memijati
punggungku. Tidak berapa lama kemudian
terdengar Teguh berbicara lagi, … “Mbak … Mbak
Mae, maaf ya Mbak kalau ada yang
mengganggu.” Polos betul anak muda ini. Begitu
sopan dan lugu. Memang aku sendiri merasakan
‘ada sesuatu’ sesuatu yang mengganjal di atas
pantatku. “Kenapa sih memangnya?” Tanyaku
dengan maksud mau mengganggunya.
Jawabannya yang polos membuatku geli, tapi
juga terangsang. Dengan sangat lugu dia
menerangkan, … “Iya Mbak, udah seminggu
belom kesampean … eh … gituan.” Kutanya lagi,
… “Kok bisa?” … “Iya abis kan udah seminggu ini
ikut temen jadi tukang batu di Sleman.” Lalu
sambungnya lagi, … “Waktu pulang, pacar saya
… itu tuh Mbak … lagi datang bulan.” Karena
kepingin tahu kutanya terus, … “Jadi gimana
dong?” Keluguan dan kepolosannya semakin
terlihat sewaktu dia menjawab. “Yah pusing aja
… Apalagi ngeliat punggung Mbak Mae kenceng
begini, kayak pacar saya aja … , bedanya Mbak
lebih putih aja.” Agak menahan tawa kuanjurkan
padanya, … “Yah kalau pusing dilepas aja pakai
tangan di kamar mandi sana.” Usulanku ini
ternyata ditanggapi dengan serius oleh Teguh.
“Iya yah Mbak, bener juga, kalau gitu ditinggal
sebentar ya Mbak.” Teguh berdiri lalu melangkah
kearah kamar mandi. Seakan-akan tanpa beban
apapun ditinggalnya aku sendiri begitu saja.
Masih terlihat olehku tubuhnya yang ramping,
kekar dan berotot itu. Tanpa sadar kutelan ludah.
Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di
kerongkonganku.
Karena bosan dan juga ingin tahu, kalaupun
belum karena dorongan gairah, kususul Teguh
ke kamar mandi. Ternyata pintunya tidak
terkunci. Pelan-pelan kubuka pintunya dan
akupun masuk dengan rasa penasaran. Teguh
tidak menyadari kehadiranku di dekatnya.
Terlihat dia sedang berdiri menyandar pada bak
mandi. Tubuhnya dalam keadaan telanjang,
karena tadi baju kaosnya sudah kusuruh lepas
waktu sedang memijatiku. Walaupun kulitnya
agak gelap, secara keseluruhan dia terlihat gagah.
Celana pendeknya masih menggantung di
pahanya, karena rupanya hanya dilorot
sebagian. Terlihat matanya terpejam menikmati
apa yang sedang dilakukannya. Dari gerakan
pada lengannya kutahu dia sedang mengocok
‘barang kepunyaan’nya. Segera kutujukan
mataku ke arah selangkangannya. Apa yang
kulihat saat itu membuatku kagum, bahkan
membuat nafasku sesak tersengal-sengal.
Tangan Teguh sedang menggenggam ‘alat
penis’nya, yang kelihatan besar dan panjang
sekali, ada 20 cm-an mungkin dengan diameter
sekitar 5 cm-an. Ujung kepala ‘kemaluan’nya
bulat, keras dan mengkilat. Seperti orangnya
warnanya juga cokelat tua agak kehitam-
hitaman. Teguh masih terus mengocok-ngocok
‘barang kepunyaan’nya yang mengagumkan itu.
Karena matanya terpejam dia tidak menyadari
bahwa aku telah semakin dekat dengannya. Aku
juga terbawa untuk memejamkan mataku.
Terbayangkan olehku hal yang tidak-tidak yang
juga membuatku terangsang.
Kurasa sesuatu yang menggelegak dalam diriku.
Sekali lagi aku sampai menelan ludah. Lalu
kuberanikan diriku untuk menyapanya, …
“Teguh! Besar amat sih penismu?” Teguh terlihat
sangat terkejut. Tersipu-sipu ia berkata, … “Aduh
Mbak, kok ada di sini … Aduh maaf Mbak!”
Segera kutenangkan dia, … “Nggak apa-apa,
nggak apa-apa kok.” Lalu sambil mengulurkan
tanganku ke arah batang penis Teguh aku
berkata, … “Coba lihat dong! Ukurannya kok
sampai sebesar ini sih?” Malu-malu dia berusaha
menghindar, tapi terpegang juga olehku
penisnya. Lucunya setelah terpegang dia tidak
terus berontak, malah dibiarkannya aku
mengusap-usap penisnya itu. Setelah aku usap-
usap Teguh terlihat sudah mulai mampu
menguasai diri lagi. Malah rupanya
keberaniannya timbul kembali. Dengan gaya
lugunya dia bertanya, … “Emangnya besar ya
Mbak punya Teguh?” Aku mengangguk
mengiyakan. Hampir tertawa aku ketika Teguh
menanyakan, … “Tapi pacar saya kok nggak
pernah bilang apa-apa yah?” Kujawab saja
sekenanya, … “Wah dia malu kali bilangnya tapi
kan sering minta kamu terus kan?” … “Eh
ngomong-ngomong mau diterusin nggak?”
Dengan manis dan lugu Teguh mengangguk, …
“Kalau nggak diterusin entar pusing Mbak.” Tidak
mampu menahan diri lagi langsung kutawarkan
padanya, … “Mau saya bantuin nggak?” Terlongo
Teguh memandangku dan bertanya, …
“Emangnya Mbak mau?” Sambil tersenyum genit
aku berkata kepadanya, … “Kalau untuk kamu
mau dong, … tapi jangan di sini ya, di kamar aja
yuk!”
Kutarik tangan Teguh dan menuntunnya kembali
ke kamar tidur. Kuarahkan supaya ia duduk
membujur di atas ranjang, lalu aku
menelungkup di hadapannya. Kedua tanganku
mulai mengusap-usap ‘batang penis’ Teguh.
Ukurannya memang luar biasa. Tadi dalam
keadaan Teguh berdiri, kalau penisnya
ditegakkan sepertinya panjangnya melebihi ke
pusarnya. Sekarang dalam keadaan dia duduk
panjangnya jelas meliwati pusarnya itu. “Aduh
Mbak, geli banget!” Erang Teguh. Kedua
lengannya mengencang menyangga tubuhnya,
sampai terlihat otot-ototnya menonjol gagah.
“Teguh! Teguh! Besar amat ya kepunyaan kamu
ini, katanya orang Arab yang itunya gede-gede
begini,” … demikian aku membuatnya
bertambah semangat. Ternyata Teguh
mengiyakan sinyalemen ini dengan
menerangkan, … “Iya Mbak, kakek Teguh dari
simbok memang ada keturunan Arab.”
Pantaslah kalau begitu. Beberapa saat hening
tanpa ada suara, sementara aku terus
mengocok-ngocok lembut penis Teguh. Sampai
akhirnya terdengar lagi Teguh bertanya, …
“Mbak, katanya kalau orang bule seneng
ngemutin pake mulut yah Mbak?” Pertanyaan ini
kurasa semakin menjurus dan membuatku
terusik oleh keinginan terpendam yang ada di
hatiku. Dengan singkat kujelaskan padanya, …
“Ah bukan orang bule aja, orang Indonesia juga
ada.”
Setelah terdiam sejenak pertanyaan berikutnya
membuat gairahku semakin tergugah. “Kalau
Mbak Mae gimana?” Walau dengan nada ragu-
ragu berani juga dia menanyakannya. Akupun
mengaku terus terang, … “Yah saya sih dari dulu
juga suka.” Sejenak lagi Teguh terdiam lalu
terang-terangan bertanya, … “Sama punya
Teguh mau nggak Mbak?” Aku melepas nafas
lega, rupanya akan terjadi juga hal tidak-tidak
yang dari tadi terbayang olehku. Tapi aku tidak
mau terburu-buru, aku masih ingin
mempermainkannya dulu. Dengan mimik serius
kujelaskan padanya, … “Wah kalau itu sih harus
dilamar dulu!” Rupanya tertarik Teguh bertanya
mengejar, … “Maksudnya dilamar gimana
Mbak?” Masih tetap serius kupertegas lebih jauh
lagi, … “Ya ngelamar anak orang kan biasanya
ada syaratnya.” Wajah Teguh terlihat agak
kecewa, … “Yah kalau pake mas kawin sih Teguh
nggak punya.” Tidak ingin terlalu lama berjual
mahal langsung kujelaskan padanya, …
“Maksudnya bukan begitu, syarat sebagai laki-laki
ya penisnya bisa bangun, besar, panjang, keras
sama kuat.” Kembali Teguh nampak
bersemangat, … “Oh kalau itu sih Teguh mampu
… Bersedia nggak Mbak dilamar Teguh?” Aku
membisikkan kesediaanku. Lalu Teguh berkata
dengan penuh keseriusan, … “Mbak, bersama ini
Teguh nyatakan bahwa Teguh ngelamar Mbak
Mae dan mampu memenuhi syarat yang
diminta tadi … ” Kujawab kata-katanya itu, …
“Dengan ikhlas saya bersedia menerima
lamarannya Teguh dan berjanji untuk
memuaskan kemauannya.” Walaupun aku
sebetulnya bercanda, tetapi semua kulakukan
dengan penuh keseriusan. Begitu pula Teguh
menanggapinya dengan cara yang serius juga.
Sambil tersenyum lega Teguh bertanya, …
“Terus gimana Mbak?” Aku juga tersenyum dan
menjawab, … “Terus saya cium.” Dengan
bersemangat Teguh memyambutnya, … “Aduh
mau Mbak, ayo dong!” Pada saat bibirku
mendarat di atas kepala penisnya dan
mengecupnya Teguh mendesah, … “Aduh geli
Mbak, enak.” Apalagi waktu mulai kujilat-jilat
dengan lidahku, ia betul-betul merasakan
nikmatnya. Tubuhnya mengejang keras, …
“Aduh Mbak geli sekali.” Begitu kumasukkan
Ujung penisnya yang seperti ‘topi baja’ itu ke
mulutku, lalu mulai aku kulum, Teguh
mengerang panjang. “Aaaaarrhhhhhh… …
mmmmpphhh… … “ Karena keenakan dia
sampai menekan kepalaku ke bawah. Dipenuhi
oleh ‘ukuran penis’ lelaki yang sebesar itu aku
sampai sulit bernafas. Untung aku sudah cukup
berpengalaman dalam hal ’seks oral,’ sehingga
dengan mudah aku bisa menyesuaikan gerakan
bibir, lidah dan mulutku.
Ketika ujung batang penisnya menyentuh langit-
langit mulutku, aku merasakan lonjakan gairah
yang membawa nikmat. Sayang sementara
sedang menikmati itu semua masih kudengar
juga Teguh bertanya lagi. Katanya, … “Mbak
hanya ini aja apa boleh lebih Mbak?” Terpaksa
aku menjawab dulu, supaya jangan terjadi hal-
hal yang tidak kuinginkan. Kuusahakan supaya
Teguh bisa menerima keteranganku dengan
baik. “Sebatas ini aja ya, soalnya baik Teguh
maupun saya kan udah berkeluarga … Lagi pula
kalau meliwati batas ini kita kan jadinya
melanggar perintah agama, … Iya kan Teguh?”
Tersenyum puas Teguh memandangku, …
“Terima kasih ya Mbak, begini aja Teguh udah
puas sekali kok.” Manis sekali anak ini, akupun
jadi semakin menyukainya. Langsung
kuperhebat emutanku, sampai aku sendiri
semakin terangsang. Sewaktu aku sudah mulai
hanyut, ternyata masih juga kudengar
permintaan Teguh. “Mbak,” … panggilnya, …
“Mbak Mae.” Agak kesal aku menjawabnya, …
“Iya kenapa? Ada apa?” Rupanya Teguh tidak
tahu bahwa aku merasa kesal. Terbukti dia
masih memintaku, … “Mbak, sambil diemutin
dijilatin juga Mbak, enak kan kalau sembari
dijilatin … ” Kupenuhi permintaannya, walaupun
aku merasa agak jengkel. Berani betul anak
muda ini menyuruh-nyuruh aku. Untung
suasana batinku tidak sampai terganggu,
sehingga aku dapat mencapai orgasmeku.
Karena sudah terangsang dari tadi, terutama
setelah mulai mengemut penis Teguh, beberapa
usapan saja sudah cukup untuk membawaku ke
puncak rasa jasmaniku. Aku mengaduh,
merintih dan mengerang sambil terus menjilati
penisnya. Laki-laki itu sampai melihati aku
dengan pandangan agak heran. Tapi tidak
kuperdulikan lagi dirinya. Terus aku emuti
‘daging keras’ Teguh di mulutku, sampai gelora
rasaku mereda. Setelah itu yang aku sadar
adalah betapa pegalnya rahang mulutku, karena
dari tadi mengemuti kepunyaan Teguh dengan
tanpa henti.
Sedikit-sedikit mulai ada rasa jengkel juga karena
daya tahan penis lelaki itu kuat sekali. Hampir aku
sentak dia ketika sekali lagi kudengar suaranya
berbicara kepadaku. “Mbak,” … katanya, …
”Mbak.” “Aduh Teguh, ada apa lagi sih?” Tapi
untung dia tidak menangkap kekesalanku, karena
kudengar dia berkata, … “Saya hampir keluar
Mbak.” Rasa gairah semakin merangsang diriku,
semakin keras juga aku mengemut dan
mengisap penis Teguh. Hingga akhirnya seluruh
tubuh Teguh mengejang keras, begitu juga
batang penisnya di mulutku. “Aaaaakkhhhh …
aaaaakkkkkh … Mbaaak … … Mmbb… aaakk Mae
… aaahhhh … Aduh Mbbbaaa… … aaakkkkk …
aaaakkkhhhhh … … .,” Teguh mengerang keras
dan panjang. Rupanya dia sedang mengalami
puncak kenikmatannya di mulutku. Semburan
demi semburan air mani Teguh memasuki
rongga mulutku.
Banyak sekali, kental, dan asin rasanya. Supaya
tidak terselak kutelan sebisa-bisanya. Tapi setelah
aku tidak tahan lagi kubiarkan sebagian
tertumpah dari mulutku dan terjatuh ke perut
Teguh. Beberapa saat kemudian keadaan mulai
mereda. Kudengar suara nafas Teguh lembut.
penisnya yang masih berada dalam
genggamanku ternyata masih keras juga.
“Teguh,” … kupanggil dia. Sambil mengusap-
usap bahuku ia menjawab, … “Mbak?”
Kujelaskan padanya, “Punya lelaki yang seperti
begini yang jadi idaman wanita.” Seperti biasa
dalam kepolosannya dia tidak langsung
mengerti, … “Kenapa Mbak?” Karena sudah puas
aku tidak kesal lagi dengan keluguannya, …
“Soalnya biarpun udah lepas muatannya masih
tetap keras.”
Akhirnya setelah istirahat sejenak, dia meminta
ijin untuk pulang karena sudah ada janjian
dengan ibunya untuk mengantar cucian tetangga
dan aku lebih memilih untuk bersantai tiduran di
sofa depan televisi tapi mulutku terasa ngilu
ngemotin penisnya yang begitu besar tadi.
Sewaktu aku hampir tertidur, selepas maqrib
kudengar bunyi ketukan di pintu, lalu suara
seorang laki-laki. “Mbak, Mbak Mae, udah tidur
belom?” … “Mbak bukain pintunya dulu Mbak.”
Karena ketukan pintunya begitu gencar akhirnya
kubukakan pintu untuk Teguh. Ia segera masuk
ke dalam rumah, sedangkan aku yang tadi
tertidur dengan masih berbusana tadi siang.
Kutanya kepadanya, … “Kenapa Nto, ada apa?” …
“Teguh nggak bisa tidur Mbak, boleh nggak
Teguh di sini? Nggak usah sampe pagi sih.”
Dengan hati-hati kujawab, … “Boleh sih boleh,
tapi apa kata mbok Sarintil nanti?” Teguh
tersenyum lebar, … “Tadi saya udah bilang mau
jalan-jalan sama teman-teman.” Rupanya
biarpun polos jalan juga pikiran anak ini. Waktu
Teguh mau naik ke atas sofa kucegah dia, … “Itu
kan celana yang tadi siang dipakai, lepas dulu
dong, kan kotor.” Tersenyum Teguh
memandangku, … “O iya Mbak, lagi pula supaya
nanti gampang ya kalo Mbak Mae mau, kalau
begitu sekalian aja saya lepas bajunya ya Mbak.”
Kurang asem si Teguh, berani betul dia
membuat asumsi seperti itu. Sebelum kubalikkan
tubuhku membelakanginya sempat kulihat
tubuhnya yang telanjang kekar nekat naik ke atas
sofa.Beberapa saat berlalu tiba-tiba kurasa sentuhan
tangan Teguh di bahuku. “Mbak jangan tidur
dulu dong Mbak,” … pintanya memelas mesra.
“Deketan dikit dong, biar nggak kedinginan,” …
sambungnya lagi. Kuputuskan untuk beringsut
sedikit ke arah tubuhnya. Aku masih diam saja,
tapi kubiarkan Teguh merangkul dan mengecup
bahuku. Setelah itu disusupkannya lengan kirinya
ke bawah leherku, sehingga aku sekarang
berbantalkan lengan yang kokoh itu. “Balik sini
dong Mbak,” … pinta Teguh sekali lagi. Kuturuti
permintaannya. Terasa bulu ketiaknya menusuk
pipiku. Tercium juga bau keringatnya yang agak
tajam menyengat.
Kurasa Teguh belum mandi, dan yang pasti tidak
memakai ‘deodorant. Boro-boro mau beli
perlengkapan semacam itu, untuk hidup sehari-
hari sajapun mungkin pas-pasan. Tapi tidak
kuucapkan komentar apapun, karena akupun
tidak ingin untuk menyinggung perasaannya.
“Mbak,” … kata Teguh memulai percakapan, …
“tadi siang enak ya Mbak?” Kutanggapi ia malas-
malasan, … “Iya, lumayan juga.” Dengan terbuka
ia mengakui, … “Mbak, Inget yang tadi siang
Teguh jadi ngaceng, eh maksudnya bangun lagi
itunya Mbak.” Dengan maksud iseng kugoda
Teguh, … “Maksud Teguh ITU-nya apa sih?”
Dalam kepolosannya sulit ia untuk menjawab
dengan tepat, … “Itu Mbak, burungnya … eh apa
tuh namanya Mbak?” Aku jadi tertawa geli
mendengar jawabannya itu. Teguhpun tertawa
bersamaku. “Pegangin dong Mbak, “… sekarang
dia memintaku. Terus terang aku sendiri juga
mulai terangsang. Kumasukkan tanganku ke
dalam selimut, dan segera menuju ke arah
selangkangannya.
Begitu terpegang ‘tonjolan keras’ di balik celana
dalamnya segera tanganku mencari celah
masuk. Seperti pengakuannya tadi ternyata penis
Teguh sudah menegang keras dan besar sekali.
Terasa sekali hangat berdenyut dalam
genggamanku. Agak lengket oleh keringat yang
barangkali sudah mengendap. Terbawa oleh
suasana mesra saat itu kucium dan emut puting
dadanya. Teguh menggelinjang kegelian.
Katanya meminta, … “Terus ke bawah Mbak.”
Tapi tercium lagi olehku bau keringat Teguh.
Karena tidak tahan kuusulkan padanya, …
“Teguh, mandi aja dulu, nanti rasanya lebih
segar deh.” Di luar dugaanku Teguh menanggapi
dengan penuh percaya diri, … “Nggak usah deh
Mbak, dingin sekali.” Tapi aku tidak mau
menyerah begitu saja. Kataku membujuknya, …
“Lho kan ada air panasnya, sana deh … Apa
harus saya yang mandiin?” Sambil berdiri Teguh
berkata, … “Nggak usah ah kalo dimandiin,
emangnya jenazah nggak bisa mandi sendiri.”
Teguh melorot celana dalamnya, … “Tapi ininya
dicium dulu dong.” Agak jengkel aku mendengar
permintaannya.
Dari nadanya kesan yang kutangkap seakan-akan
dia ingin menguji atau mempermainkan aku.
Dengan maksud supaya dia cepat pergi ke
kamar mandi, segera kukecup kepala dan batang
penisnya, masing-masing sekali. Tapi Teguh
memintaku untuk mengulanginya sekali lagi, dan
setelah itu sekali lagi. Akhirnya malah aku sendiri
yang keenakan menciumi penis Teguh. Karena
sudah terangsang tanpa dimintanya kujilati juga
batang penis yang perkasa itu. Kesan lengket
yang tadinya ada sekarang sudah hilang, tersapu
oleh jilatan lidahku. Sementara aku sedang
menikmati penis Teguh kudengar dia bertanya,
… “Mbak seneng ya sama penisnya Teguh.”
Kujawab singkat, … “Iya dong, seneng sekali.”
Rasa penasaran rupanya mendorongnya
bertanya lagi, … “Kalau sama yang dulu-dulu.”
Pertanyaannya membuat gairahku semakin
bergejolak. Tapi kucoba juga untuk
menjawabnya, … “Senengan yang ini.” Merasa
belum puas dikejarnya terus jawabanku, …
“Kenapa?” Dengan nafas tersengal-sengal
kujawab dia, … “Ini yang paling hebat, paling
besar, paling kuat, … pokoknya …
sssllrruuppp… ..” Teguh tersenyum bangga. Lalu
pelan-pelan didorongnya daguku hingga
menjauh dari penisnya “Iya deh, sekarang
Teguh mau mandi dulu ya,” … katanya meminta
diri. Sejenak aku merasa seperti ditinggal pergi
dengan sengaja, bahkan ditolak, atau malah
dipermainkan. Rasanya hatiku tidak rela melepas
Teguh pergi, biarpun hanya untuk ke kamar
mandi.
Beberapa saat kemudian terlihat Teguh keluar
dari kamar mandi. Dia hanya mengenakan
sehelai handuk untuk menutupi bagian bawah
tubuhnya. Kuperhatikan setiap lekuk pada tubuh
yang bagus dan tegap itu. Lalu kutersenyum
padanya. “Kenapa Mbak?” … Tanya Teguh. “Ah
nggak, seneng aja ngeliat lelaki keren,” … kataku
merayu. Wajah Teguh terlihat senang. Kugamit
lengannya agar ia lalu mendekat, setelah itu
kutarik handuknya lepas. ‘Batang penis’ Teguh
terpampang di depanku, sudah tegang keras
kembali. Lho, tanyaku heran, … “kok masih keras
sih.” Tersenyum Teguh menjelaskan, … “Tadi sih
udah nggak lagi, tapi begitu ngeliat Mbak Mae jadi
bangun lagi.” Sekarang giliran dia yang
membuat hatiku senang dengan kata-katanya.
Segera kutarik tangannya, kuminta ia
membaringkan tubuhnya di sofa. Kuciumi wajah
pemuda yang telah memikat hatiku ini, sehingga
sampai membuatku terlupa kalau dia masih anak
bau kencur. Kugigiti dia dengan lembut
bercambur gemas mulai dari leher, lalu bahu
dan dadanya, dan setelah itu sepanjang
pinggangnya.
Setelah itu kuteruskan ke arah bawah hingga ke
sekitar selangkangannya. Tapi kali ini aku hanya
menciumi batang penis Teguh sekedarnya saja.
Sempat kulirik Teguh menatapku dengan
pandangan heran. Tapi kuteruskan saja
menciumi paha dan betisnya hingga aku sampai
di kakinya. Waktu jempol kakinya kuemut Teguh
menjerit, … “Aduh Mbak jangan, kasihan Mbak
Mae.” Setelah itu kecupan-kecupan bibirku
bergerak menuju ke atas lagi, hingga aku
berhenti di sekitar selangkangannya. Tubuh
Teguh terlihat berkeringat. Rupanya apa yang
baru kulakukan tadi telah memacu birahinya.
“Enak nggak Teguh?” … tanyaku ingin
memastikan. “Aduh Mbak, Teguh nggak pernah
ngebayangin seperti ini rasanya.” Jawabannya
membuat hatiku berbunga-bunga.
Dengan penuh semangat aku mulai menjilati
kepala dan batang penisnya. Lidahku menyapu
semua sudut penis yang besar dan keras itu.
Tidak lupa kujilati juga buah zakarnya, hingga
Teguh menjerit keenakan. Apalagi waktu
pantatnya kugigit-gigit lembut. Karena masih
ingin merangsang Teguh lebih jauh lagi
kudorong bagian bawah pahanya ke atas. Lalu
kujilati sekitar duburnya. “Aaaahhhh… …
aaddduh Mbak, aaa… duuuhhh, ampuuuun
Mbak,” … Teguh mengerang keras sekali.
Kemudian penis Teguh aku kulum dalam dan
setelah itu kuemut-emut dengan bernafsu.
Beberapa saat kemudian Teguh menarik
tanganku lembut, … “Sini Mbak! … Teguh belom
pernah ngalamin yang seperti begini … Terima
kasih ya Mbak!” Kemudian dimintanya aku
berbaring menelentang.
Sebelum timbul pikiran macam-macam di benak
pemuda cepat kutarik penisnya ke mulutku dan
kuemut-emut dengan penuh gairah. Setelah itu
terjadilah sesuatu yang tidak kubayangkan akan
sebelumnya. Ia menjatuh tubuhnya ke arah
bawah, dalam posisi 69 berlawanan arah
dengan tubuhku. Didekatkannya wajahnya itu ke
arah selangkanganku. Dijilatinya seluruh bagian
memekku. Dipeluk dan ditariknya pantatku, lalu
dijilatinya duburku seperti tadi telah kulakukan
padanya. Kalau tidak kugigit bibirku pastilah aku
sudah menjerit-jerit kegelian. Sewaktu dia
kembali menjilati kemaluanku hampir saja aku
mencapai puncak orgasmeku. “Yaaanntooo… …
sayang… aakkhhh… , udah aaahhhh saya nggak
tahan,” … kataku memintanya berhenti.
Pemuda itu menatapku dengan pandangan
bertanya. Terpaksa kujelaskan bahwa belum
tentu aku setahan dia. Kalau nanti aku orgasme
duluan bisa mengganggu pelayananku
kepadanya. Setelah mau mengerti Teguh
kembali ke posisi semula, yaitu mengangkangi
tubuh bagian atasku. Kumulai lagi menjilati dan
mengemut batang penis Teguh yang keras itu.
Sambil tentunya tanganku sendiri mengusap-
usap memekku yang tadi sudah dirangsang
Teguh. Lama-kelamaan mulai terasa cairan kental
agak asin di mulutku. Kelihatannya Teguh sudah
mendekati saat-saat puncaknya. Sayangnya tiba-
tiba aku merasa agak mual. Terpaksa kuakali
Teguh dengan meminta sesuatu yang berbeda
dari tadi siang. ‘Teguh, nanti waktu keluar
siramin ya ke atas tubuh mbak.’ Ia bertanya
heran, … “Mau Mbak seperti begitu, ditumpahin
pejuhnya saya?” Kuyakinkan Teguh, … “Mau
dong kan enak … Oh iya nanti kalau kamu udah
keluar punya saya kamu usapin ya, biar saya
juga puas.” Setelah itu kembali kuemut-emut
penis Teguh, sambil kukocok-kocok keras. Tidak
terlalu lama kemudian terdengar Teguh
mengerang dan mengaduh. “
Aaaarrgggghhhh… … aaaakkkkhhhh… … eennn…
aaakkkhhh… bbaanggeeetttthhhh… …
mmmbbb… … aaaaa… .. aakkhhhhh… … ”
Sesuai permintaanku tadi ditariknya penisnya
dari dalam mulutku. Lalu dia mengambil alih
dengan mengocoknya sendiri. Kuatur posisi
diriku sambil tanganku terus meremas-remas
pahanya yang keras berotot. Waktu Teguh mulai
ber’ejakulasi’ aku mengaduh kaget.
“Aaaooowww… .aaaaiihhhhh… … “ Cairan yang
tadinya kuharap akan jatuh di tetekku, atau paling
jauh leherku, ternyata begitu kuat semburannya
sehingga tertumpah di wajahku. Mendengar
eranganku rupanya Teguh mengira aku
menyukainya. Didekatkannya penisnya ke
wajahku yang masih berjilbab. ‘Aaakkkhhhhhh
… aaahhhh… … ini
Mmmbbbbbaaaaa… .aaaakkkkhhhh …
aaaahhhhh … aaaaaaakkkkkhhhhh,’ … semburan
demi semburan cairan air mani Teguh tersiram
ke wajahku sehingga jilbabku pun menjadi
basah berlepotan air maninya . Terpaksa kucoba
menikmati itu semua sebisaku. Sementara itu
kurasa telapak tangan Teguh yang kasar meraba
selangkangan dan celah pahaku, berusaha
membawaku juga diriku ke puncak orgasme.
Dalam keadaan terangsang mulutku mencari
penis Teguh. Seperti siang tadi ternyata masih
dalam keadaan sangat keras, dan tetap besar,
walaupun sudah mengalami ‘ejakulasi’nya.
Dengan cepat kumasukkan penisnya itu ke
dalam mulutku dan kuemut-emut lagi. Teguh
mengerang keenakan dan mengaduh kegelian. “
Aaakhh… aaakkhh… . Aaahhh… . Ssshhhh… .
Oouuhhh… .” Dalam keadaan itulah aku juga
mencapai puncak orgasmeku di malam ini.
Melihat keadaanku yang sudah lemah lunglai
Teguh menyuruhku berbaring santai. Setelah
membersihkan dirinya di kamar mandi ia
kembali membawa handuk yang telah
dibasahinya dengan air hangat. Dibersihkannya
seluruh tubuhku dengan telaten dan penuh
perhatian. Sambil merebahkan tubuhnya masih
sempat ia berkata, … “Aduh Mbak, enak sekali
rasanya.” “Iya Teguh, saya juga puas sekali,” …
jawabku sambil beringsut mendekatinya. Kali ini
aku yang ingin dipeluknya.
Besok paginya karena sudah nggak ada kuliah
dan aku masih capek ngelayanin penis Teguh
tadi malam, aku bermalas-malasan saja di
kamar. Ku dengar suara gaduh di luar, aahh…
pasti mbok Sarintil lagi bersih-bersih seperti
biasanya, sejak semula mbok Sarintil memang
sudah kuserahi kunci cadangan rumahku biar
sewaktu-waktu bisa membersihkan rumah ini.
Sewaktu masih di kamar mandi untuk
membasuh muka dan gosok gigi, aku
mendengar kamarku dibuka, dengan masih
berdaster yang kemarin dan jilbabku yang sudah
mulai awut-awutan karena belum sempat ku
lepas tadi malam aku ingin meminta mbok
Sarintil untuk membuatkanku nasi goreng
kesukaanku.
Dan aku terkejut karena bukan mbok Sarintil
melainkan Teguh, “Ada apa Nto? Simbokmu
kemana? Apa lagi sakit?” tanyaku agak tegas
karena kulihat wajahnya lebih garang pagi ini.
“Begini mbak,” … katanya menerangkan, … “apa
kita melakukan sepenuhnya atau terbatas seperti
tadi malam, tetap aja dosa .” Merasa mendapat
angin segera kukemukakan pendapatku, …
“Kalau begitu ya kita nggak boleh lagi kan
melakukannya.” Teguh hanya tersenyum.
Katanya, … “Pendapat Teguh lain mbak,” … lalu
lanjutnya lagi, … “kan kita sudah berbuat
sesuatu, biarpun mbak Mae hanya Teguh gituin
mulutnya, segitu atau sepenuhnya kan tetep
namanya dosa” Dasar si Teguh cara
mengemukakan masalahnya kenapa brutal
sekali, begitu pikirku. “Terus bagaimana?”
Tanyaku pada Teguh meminta ketegasan. “Yah
karena memang udah kepalang salah Teguh
mau minta semuanya dong.” Kata-katanya
membuatku terkejut seperti disambar geledek.
“Aduh jangan Teguh, jangan sampai kesitu
dong, kan saya sudah anggap kamu kayak adik
sendiri.” Tapi dengan keras kepala Teguh terus
mengejarku, … “Kalau begitu kenapa mbak Mae
ngajak Teguh gituan?” Lalu katanya dengan
tegas, “Sekarang saya menuntut semuanya!”
Dengan sorot mata yang semakin tajam ia
menatapku.
Lalu diucapkannya sesuatu yang membuat aku
merasa merinding. Katanya, … “Apa Mbak Mae
maunya Teguh perkosa?” Tubuhku terasa lemas,
rasanya aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Melihat wajahku yang pasti sudah menjadi pucat
pasi Teguh menghampiriku. Aku mencoba
berontak, tapi rasanya tenagaku sudah menguap
entah kemana. Tersenyum agak menyeringai
Teguh, seperti senang melihat keadaanku begitu
tak berdaya. Lalu katanya, “Obatnya manjur ya
Mbak! Tapi nggak pusing kan?” Lalu
dibimbingnya aku menuju ke ranjang. “Aduh
tolong Teguh, jangan dong, jangan.” Tapi Teguh
hanya diam saja, bahkan dengan tenang
direbahkannya tubuhku ke atas pembaringan.
Pelan-pelan dilepasnya daster terusanku dan satu
persatu dilepasnya bra dan celana dalamku.
Sesekali dikecupnya tubuhku di sana sini. Aku
yang sudah lemas sekaligus ketakutan lama
kelamaan semakin merasa pasrah. Mulai kucoba
untuk menikmati apa yang sedang dilakukan
Teguh. Kusadari kemaluanku sudah mulai agak
basah. “Mbak, Mbak Mae, udah lama rasanya
Teguh nggak nyiumin badannya Mbak Mae yang
begini wangi.” Aku hanya tersenyum lemah,
sekarang aku sudah bersikap menyerah. Maka
Teguh memulai apa yang rupanya telah
dipersipkannya dengan matang. Diemut-
emutnya puting tetekku dengan ganas, dipilin-
pilin dan diremas-remas tetekku dengan gemas,
dicium-ciumnya seluruh tubuhku. Pada waktu
bibir dan lidahnya menyapu betis dan pahaku
aku sampai menggigil kegelian. Puncaknya
adalah pada waktu ia menjilati memekku.
Lidahnya ganas menyapu, mulai dari
selangkanganku hingga memekku. Mulanya rasa
geli yang kualami masih dapat aku tahan. Tapi
akhirnya daya tahanku bobol juga. “Aaaahhh…
… .aaaddd… uuuhhhh Teguh uuuuhhhhh…
dddaaaahhhh … uuu… … dddaaakkhhhhhh …
ampun mbak nnggg… gggaaakkk tahannn… .!”
Begitu saja aku berteriak, sementara tubuhku
menggeliat-geliat mencoba membebaskan diri
dari cengkeraman laki-laki ganas ini. Kutatap laki-
laki tampan tapi lugu itu, lalu kuambil keputusan
yang tidak lagi mengandung keraguan. “Teguh,
siniin punya kamu, mbak pengen ngemutin
penis kamu!” Suaraku terdengar agak serak, dan
nafaskupun memburu kencang. Sekejap Teguh
terdiam, seperti tidak percaya ia menatapku. Lalu
ia menegakkan tubuhnya dan beranjak
mendekati wajahku. Segera tanganku
menyambar tali ikat pinggangnya, dan segera
kulepaskan.
Rasanya tidak sabar aku karena masih harus
menurunkan ruitsliting celana jeansnya dan
melorotnya ke bawah. Padahal setelah itu di
baiknya masih ada celana dalam lagi. Aku
merasa sudah sangat tidak sabar. Maka sebelum
seluruh celananya berhasil kulepas turun aku
sudah memerosotkan celana dalamnya. Wajah
Teguh terlihat senang melihat tanganku begitu
bergairah menggenggam penisnya yang besar
dan tegang mencuat itu. Langsung kuciumi dan
kuusapi dengan bibirku. Diikuti jilatan lidahku
yang terus menerus bergerak dengan lincahnya.
Karena Teguh berada pada posisi mengangkang
di atasku maka aku dapat menikmati semua
bagian penisnya. Selangkangan dan ‘buah
zakar’nya sempurna kujilati, hingga membuat
Teguh merintih-rintih keenakan.
“Aaaaahhhhhhhh… … mmmppphhhh… …
aaahh… aakkhh… … oooouuuuuhhhh… …
aaahhh… … ”
Tapi tidak lupa juga ia pelan-pelan melepas
celananya, yang tadi baru sampai kulorot
kebawah. Setelah itu sementara aku mengulum
kepala penisnya, dan kemudian mengemut-
emut seluruh batang penisnya itu dalam
mulutku, Teguh melepas jilbabku yang masih
terpasang awut-awutan sambil sesekali
diremasnya rambutku. Dengan lembut diramas-
remasnya tetekku, sambil sesekali memilin-milin
putingku yang sudah mencuat dan menegang
keras. Sejenak sempat kulirik wajahnya sedang
tersenyum-senyum kecil. Rupanya ia sedang
memandangi aku yang sedang melahap daging
penisnya. Sempat agak merasa malu juga aku
dibuatnya, tapi karena sedang asyik-asyiknya
kuputuskan untuk berlaga seolah-olah tidak
sadar.
“Mbak, Mbak Mae, sekarang Teguh masukin ya?”
Suara pemuda itu terdengar mengusikku.
Sempat terbersit keinginan di hatiku untuk
menolaknya, tapi akhirnya birahiku yang sudah
sangat memuncak mendorongku mengambil
keputusan yang berbeda. Kutatap dia dengan
lembut, lalu kuiyakan permintaannya. “Tapi
pelan-pelan ya Nto, soalnya, soalnya,” … aku
kebingungan memilih kata-kata yang tepat.
Teguh tersenyum bangga. Diteruskannya apa
yang kumaksud dengan berkata, … “Soalnya
belum pernah dimasukin yang sebesar ini ya?”
Aku hanya dapat mengangguk pelan, rupanya
Teguh telah dapat membaca pikiranku.
Kemudian Teguh membuka selangkanganku,
sembari mengemut-emut dan menggigit-gigit
puting tetekku serta meremas ganas tetekku,
seperti seorang bayi besar yang sedang
dahaga,membuat gairahku kian meledak,
akupun mendesis keenakan “Uuuukkhhhhh…
uummmmpphhhhhh… … aaakkhhhhh… …
sssshhhhhh… … ”
Diusap-usapnya bibir kemaluanku dengan ujung
penisnya. Aku menggelinjang kegelian, sudah
merasa ingin, tapi juga agak takut. Ketika Teguh
mendorong penisnya itu masuk, rasa pedih
yang amat sangat melanda seluruh tubuhku.
Ternyata memekku menjadi agak sempit setelah
beberapa hari terakhir belum merasakan penis-
penis lelaki. “Aduh Teguh sakit … , sambil kugigit
bibirku. Dia berhenti sejenak, lalu mulai
mendorong penisnya kembali. Setelah kurang-
lebih masuk setengahnya tiba-tiba Teguh
mendorong agak keras, hingga membuatku
menjerit. “Aaaawwwwhhhhh… …
Adduuuhhh… , aduh, aduh, sakit sekali sayang,”
… sambil kucoba merenggangkan pahaku
selebar-lebarnya. Rasa pedih yang kuderita
berlangsung selama kurang-lebih dua menit,
sebelum berangsur-angsur mereda. Lubrikasi
dari liang memekku akhirnya semakin
mempermudah gerakan penis Teguh, sehingga
dapat bergerak maju mundur lancar.
Aku merinding dan menggigil dilanda
kenikmatan yang baru sekali ini aku rasakan.
Belum pernah liang memekku menerima
kunjungan daging nikmat milik lelaki yang
sebesar ini. Karena memang selama ini
pengalaman yang kumiliki menikmati penis-
penis lelaki yang lain tidaklah sebesar ini.
Dibanding lelaki-lelaki yang pernah ngentotin aku,
kelebihan Teguh bukan hanya karena ukuran
penisnya yang besar, tetapi dia sendiri juga
pandai memainkannya. Akibatnya baru sepuluh
menit saja aku sudah mencapai orgasmeku
yang pertama. Rasanya tubuhku melambung
tinggi, dan terbawa melayang entah kemana.
Tanpa kendali lagi aku menjerit-jerit memanggil
nama pemuda itu, sambil sesekali menggigit-
gigit lengannya. “Oookkhhhhhh… .. ookkhhh… .
aaakkhhh… . aakhhhh… .” Teriakku
“Aaaarrgghhhh… … uuuufffhhhh… . Eenaakkhh…
eennaakkhh… bbanggettthhh… ..
oookkhhhhh… .. yyyyaaahhh… . Mmpphh… .
mmpphhh… ” “mmmbbaa… aakkk…
kkkeeee… .llluuaaarrrrr… … hhaaahhhh… .
Ooowwww… . Ssssshhhhh… .” Setelah
perasaanku mereda baru kusadari bahwa Teguh
masih dengan gagah menunggangiku.
Terpaksa kuatur nafas dan posisi diriku, supaya
bisa mengimbangi keperkasaannya. Menjelang
Teguh mencapai klimaksnya masih sekali lagi
aku dilanda gelombang nikmat orgasme
kewanitaanku. Maka ketika kudengar Teguh
berkata, “SSShhhhh… . ssekaarrr… .
aaangggg… . Teguh llleeeppp… .. aaaassshh… .
yyyaaahhh… .,” aku hanya dapat
mengiyakannya saja. Begitu kukatakan, … “Iii… .
yyyyaaaahhhh… … Ssshhh… . sssaayang, tolong
sekaraaang… .. aaaahhh jjjjjaaaa …
aaaaakkkkhhhhhh… … oooouuuggggghhhhh…
… . sssshhh… .,” langsung Teguh mempercepat
gerakan menghunjamnya. “Mmmbbbaaaakkkk…
… ., Mbak Maaee… , Mmmmbbb… bbaaaakkkhhh
… aaakkhhh… . dduuuhhhh… … Mbak …
aaakkkkhhh… … oooookkhhhhh… …
mmmmpphhh… . aakkhh… .akkkhh… .
aaakkkkhhh… .aarrrrggghhhhhhh… … ,”
demikian Teguh meracau sambil menghujam
penisnya sedalam-dalamnya memasuki rahim
kewanitaanku. “Hhhaaahhhhh… . Ccrrootttt… ..
ccroott.. cccrroott… .crrooott… .sssshhhhh… … ”
Sangat erat ia memeluk tubuhku, sementara jari-
jariku meremas punggungnya, karena ‘orgasme’
yang juga sedang kualami.
“Ooouuggghhhhh… .. hhaaahh… hhaaahh…
hhaahh… . aakkhh.. aakkhhh… aakkhh… …
mmpphhhhh… . Oooowww… .. sshhhhhh… ..
aaaaakkkhhhhhhhh… … ssseerrrrr… .” lolongku
panjang. Setelah beberapa saat berlalu, barulah
gerak dan erangan kami berdua mereda. Teguh
masih membiarkan penisnya di dalam rahimku
selama beberapa saat, setelah itu baru ditariknya
keluar. Sebagian dari air maninya tadi ikut
mengalir tertumpah di selangkanganku.
Pagi itu aku dan Teguh kembali melakukannya di
dapur sambil membuatkan aku minuman
hangat dan kamipun terus bergumul sampai
siang hari. Ffiiuhhh… lega rasanya bisa
menikmati penis lelaki lagi, badanku menjadi
lebih fresh sekarang.


Adult | GO HOME | Exit
1/2045
U-ON

inc Powered by Xtgem.com